Selasa, 15 November 2011

Legenda Thrash Metal Indonesia

Metalhead mana di Indonesia ini yang tak kenal Rotor ? Berangkat dari sempalan grup Sucker Head di awal decade 90-an, band trhash metal local yang pertama kali rekaman ini makin meroket namanya setelah sukses menjadi supporting act konser supergrup Metallica selama dua hari berturut-turut di stadion Lebak Bulus, Jakarta. Rotor sempat lama mengadu nasib di negeri Paman Sam, namun frustasi ketika tahu mesti bersaing dengan 40.000 band metal serupa yag juga tengah berburu kontrak rekaman di sana.

Selama delapan tahun karier musiknya, Rotor menelorkan empat album di tiga major label berbeda : AIRO, Hemagita dan Warner Music Indonesia. Sebelum resmi bubar, basis Rotor (Judapran) tutup usia karena drugs. Belakangan, mantan vokalis mereka (Jodie, vokalis Getah) yang kharismatik juga meninggal dunia. Tersisa kini tinggal sang pendiri sekaligus gitaris Rotor, M. Irvan Sembiring, yang telah menggantungkan gitar untuk selamanya dan menekuni lembaran hidupnya yang baru sebagai seorang pendakwah! “kalaupun ada yang berani modalin, Rotor nggak bakal reuni sampai kapan pun juga” tegas Irvan.

Sejarah berdirinya Rotor memang nggak bisa dilepaskan dari nama besar Sucker Head. Band thrash metal pionir yang dibentuk akhir era 80-an tersbut awalnya memang rumah bagi gitaris Irvan Sembiring. Diakhir tahun 1990 setelah konser di Kresikars (pentas seni SMA 82) ia hengkang dari Sucker Head untuk membentuk Rotor bersama Seto (gitar), Didik (bas) dan Bakkar Bufthaim (dram). Didik dan Bakkar sebelumnya merupakan personel One Feel Band yang juga merupakan nama sebuah studio ngetop di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan. Menurut Irvan yang ngasih nama Rotor waktu itu adalah Seto. “Biar kesannya musik Rotor itu cepat kayak baling-baling pesawat”.

Hengkangnya Irvan dari Sucker Head sempat menjadi buah bibir di kalangan anak metal (catat : istilah underground dulu belum popular) ibukota saat itu. Namun ia menyanggah kalau dirinya cabut karena terlibat friksi dengan personel yang lain “Gue cabut dari Sucker Head karena pingin menggeber musik metal yang lebih ngebut dan ekstrem, sementara Nano (gitaris kedua Sucker Head) cendrung terpengaruh Iron Maiden, lebih heavy metal”. Ujar cowok kelahiran Surabaya, 2 maret 1970 ini buka kartu.

Walau dibentuk di Jakarta namun panggung debut Rotor justru terjadi di Taman Topi, Bogor, dalam pergelaran rock yang digeber oleh sebuah radio swasta disana, kuartet thrasher ini menggung bareng sejawat metal di Jakarta, diantaranya Atomic dan Allen Scream. Kala itu mereka masih mengusung repertoar milik Sepultura. “Sepultura-nya di album Schizophrenia”, kenang Irvan. Tepat setelah manggung pertama, dua orang personel Rotor mengundurkan diri dari band. Seto masuk menjadi gitaris Sucker Head dan Didik bergabung menjadi bas Roxx. “Seto Cuma sempat lima kali manggung bareng Sucker Head untuk menjadi band pembuka konser Slank, setelah itu dia cabut juga disana.”

Sampai sini, Rotor yang tinggal dihuni dua personel itu kemudian untuk yang kedua kalinya manggung di kampus “Metal” milik pujanggawan Sutan Takdir Alisjahbana yang terletak di bilangan Pejaten; Universitas Nasional. “Ketua panitia acaranya saat itu si Ucok Batara (mantan vokalis Edane)”. Sayang, Irvan lupa siapa yang bermain bas di Rotor pada waktu itu. Pertama ia bilang Judapran (mantan basis band epigon GN’R, Razzle) namun kemudian segera diralatnya “Kalo nggak salah pemain basnya Ucok ‘Ngantuk’. Tapi dia nggak tahu lagunya Rotor, Cuma asal main saja. Pokonya panteng di kord E terus, pasti masuk. Thrash metalkan kebanyakan kordnya disitu aja.

Uniknya, ketika hal ini dikonfirmasi langsung kepada Ucok ‘Ngantuk’ keesokan harinya, gitaris yang sekarang bermain di Brain The Machine ini membantah “Gue memang pernah ikut audisi sebagai basis Rotor. Itu juga di studio, bareng kandidat lain, tapi nggak pernah manggung dengan Rotor.”

Singkat kata, setelah Juparan resmi bergabung dengan rotor, trio ini lantas menggarap demo tape dengan system rekaman live si studio One Feel. Jangan byangkan demonya keren kayak zaman sekarang. Demo tape Rotor itu masih tradisional banget “Cuma dua track, left-right, isinya gitar dan dram doing, nggak ada vocalnya.” Bermodalkan kaset demo “primitife” itulah Irvan nekad menawarkan konsep musik merkea ke label-label rekaman besar yang ada di ibukota dan ternyata… gagal!! Nggak satupun label tertarik untuk mengontrak band dengan musik se-ekstrem Rotor pada waktu itu.

Kredo bagi anak metal adalah pantang frustasi! Semboyan ini amat dipercaya oleh Irvan yang memang ia akui sendiri punya watak keras dan ambisius. Tak lama setelah “penolakan-penolakan” tadi, Irvanyang supel ini bertemu dengan Pay Siburian (waktu itu masih gitaris Slank) dan vokalis rock (almarhum) Andy Liani. Pergaulannya dengan para rock star local itu tentu dengan harapan bias mengenjot nama Rotor ke level selanjutnya ”waktu itu anak-anak lain kayak Armand maulana, Thomas, Baron(Gigi), Anang dan Kidnap Katrina masih ‘gembel. Yang udah jadi superstar suma Slank doing. Anang sendiri dulu belum pacaran sama Krisdayanti, baru didemenin aja.” Kenang Irvan sembali tersenyum.

Proses bergaulnya Irvan dengan rocker-rocker old skool ibukota tadi cukuo gila-gilaan. Ia mengatakan, “zaman dulu kalau udah nongkrong, bisa dua minggu lamanya gue baru pulang kerumah. Bawa gitar dan ampli kecil gue hidup nomaden dari satu studio kestudio lainnya. Ngikutin Pay sama anak-anak aja, misalnya hari ini garap Anggun (C. Sasmi) dan Anang di Studio Triple-M, besoknya Ita Purnamasari di studio JK di Pluit, gitu terus.”

Berkat jasa Pay, di awal 1992 Irvan ditemani Andy Liani lantas bertemu Seno Adjie, bos label rekaman AIRO. Di depan adik kandung maesenas Setiawan Djody itu Irvan itu Irvan cuek saja menyetel demo tape primitif tadi. Seketika juga Seno binggung pas tahu demo tape itu masih instrument dan nggak ada vocalnya. “Gimana mau nilainya, nih?” kata Irvan menirukan ucapan Seno. “Ya udah (kasetnya) di rewind aja,” balas Irvan enteng. Walhasil , begitu tape dimainkan dan musik berkumandang, “bernyanyilah” Irvan secara live di depan calon produser Rotor tersebut. “Gue teriak-teriak kayak orang gila di dalam ruangan dia. Mas Seno Cuma benggong dan geleng-geleng kepala, sementara Ali Akbar dan Andy Liani pada ketawa-tawa.” Kenang Irvan bangga.
Kebetulan, nggak lama kemudian Setiawan Djody mengundang banf thrash metal Brasil, Sepultura untuk menggelar konser di Jakarta dan Surabaya. Mendengar pahlawan metal pujaannya bakal dating, Irvan langsung saja menyatroni raja tanker itu di kantornya untuk mendaftarkan Rotor sebagai supporting act Sepultura, menurut Djody, Irvan CS kalah cepat dengan Eet Syaranie dan Ecky Lamoah dari Edane, “Kalau kamu datangnya sebulan yang lalu aja, pasti bias. Tapi sekarang kita udah teken kontrak sama Edane,” tukas Irvan menirukan ucapan Djody.

(Bersambung…………..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar